JAKARTA, IHIK3 – Menciptakan kelas yang menyenangkan bukan cuma impian pengajar tapi juga peserta ajar. Hal ini coba direspons oleh Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) lewat pelatihan “Teaching with Humor” yang berlangsung tanggal 7 Februari 2018 di Ke:kini Ruang Bersama, Jl Cikini Raya no. 43-45, Jakarta Pusat. Yang membahagiakan adalah para peserta yang hadir berlatar belakang pendidikan S2-S3, bidang keilmuannya sangat beragam dari komunikasi, filsafat, teologi, psikologi, sumber daya manusia, manajemen, pemasaran dan lain-lain. Profesinya juga beragam, dari dosen, trainer, pendeta, dan lain-lain, dari institusi terkenal seperti LSPR, InterStudi, Bina Nusantara, Univ Bhayangkara, Perbanas, bahkan ada yang jauh-jauh dari Univ Airlangga Surabaya khusus datang hanya untuk pelatihan ini. Hal ini membuktikan ada keinginan yang mendalam dari para peserta untuk bisa membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan dan apa yang disampaikan dapat diterima dengan mudah. Humor memang bukan satu-satunya alat untuk membuat suasana kelas menjadi menyenangkan, akan tetapi humor adalah alat paling efektif untuk merealisasikan hal itu.

Keengganan penggunaan humor di dalam menyampaikan materi ajar kepada peserta ajar, salah satunya karena pengajar tidak dilatih untuk berhumor sebagai bagian dari kurikulum (Berk, 1998). Hal inilah yang kemudian mendasari IHIK3 membuat pelatihan bertajuk “Teaching with Humor”. Pelatihan ini coba mengubah cara pandang tentang penggunaan humor di dalam mengajar, karena kekhawatiran yang selama ini sering menghampiri pengajar adalah penggunaan humor akan mengurangi kewibawaan pengajar atau mengorbankan bobot materi ajar sehingga berpengaruh terhadap penerimaan materi oleh peserta ajar. Kekhawatiran tersebut sah-sah saja, karena jika kita tidak coba memberi batasan yang jelas antara komedian dan pengajar dengan pendekatan humor maka pengajar akan tampil sebagai layaknya seorang komedian murni tanpa target pencapaian materi ajar.

Pengajar bukan komedian! Hal ini harus disepakati dulu dari awal sehingga penggunaan humor di dalam mengajar tidak mengurangi kewibawaan pengajar. Mengajar dengan humor adalah sebuah proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan humor. Materi yang diberikan tidak akan dikorbankan demi tawa, namun cara penyampaian materi dibuat lebih ringan dengan contoh yang lucu sehingga tidak membuat kening peserta ajar berkerut.

Pelatihan diawali dengan humor quotient oleh salah satu founder Ihik3: Bapak Danny Septriadi yang memaparkan bagaimana seharusnya humor dimaknai termasuk diaplikasikan ke dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Dalam sesi ini, diungkap pentingnya read humor, think humor dan create humor. Seseorang akan bisa menciptakan humor, apabila banyak membaca tentang humor. Begitu juga sebaliknya, bila seseorang tersebut banyak membaca humor, maka ia akan berpikir humor, dengan begitu ia akan lebih mudah menciptakan humor. Dalam mengajar, sebaiknya kita menggunakan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang di-twist menjadi humor. Atau bila masih sulit, maka dapat menggunakan kartun sebagai media penyampaian humor.

Perjalanan pelatihan dilanjutkan sesi berikutnya oleh Novrita Widiyastuti dan Yasser Fikry dengan “Humor dan Mengajar” berisi pemahaman mengenai humor, hasil riset humor dan mengajar, serta paparan jenis humor yang biasa digunakan dalam kelas, apalagi untuk anak- anak dari generasi Milenials. Agar lebih bervariasi “Teaching with Humor” coba digelitik dengan disela oleh sesi “Literasi Humor”, oleh Maman Suherman. Di sisi ini, Kang Maman sebagai Pegiat Literasi menegaskan seberapa serius humor itu dan bahwa humor yang bagus itu butuh riset serta data dan kesemuanya itu bisa dipenuhi dengan cara membaca. Ia  membuat materi dan slides Literasi Humor hingga 60 halaman yang secara khusus dipersiapkan untuk disampaikan di pelatihan ini. Ada 5 hal yang penting dalam  literasi humor, mengutip dari teori jurnalisme yaitu 5W1H (Who, What, When, Where, Why, dan How), yang diterjemahkan menjadi 5R yaitu Read, Research, Reliable, Reflecting dan R=(W)rite.

Berikutnya Yasser dan Novrita kembali untuk meneruskan “Humor dan Mengajar” dan disambung dengan sesi “Mengajar dengan Humor” dengan menyampaikan formula-formula kemasan humor yang dapat digunakan didalam proses belajar-mengajar, etika berhumor dan bumbu dasar dalam humor. Tentunya, sesi ini dibumbui pula oleh humor dari Yasser dengan gayanya yang jenaka dan Novri dengan bahasa generasi milenials, dan disambut dengan gelak tawa para peserta. Pelatihan berlangsung dengan hangat dan menyenangkan. Salah satu peserta mengungkapkan betapa pelatihan ini nuansanya positif dari awal hingga akhir, yang disambut dengan anggukan setuju dari peserta lainnya.

Akhirnya pelatihan hari itu ditutup dengan tampilnya beberapa peserta pelatihan kedepan untuk menyampaikan jokes sekaligus mengasah keberanian untuk menyampaikan humor. Ternyata para peserta yang sebagian besar adalah dosen senior sudah berbakat lucu dan tidak kalah dengan yang muda-muda.

Pelatihan di tanggal 7 Februari kemarin tentu saja sangat membekas, selain karena peserta pelatihan yang semuanya High Level, di lain pihak Ihik3 coba memperkenalkan metode aplikasi humor ke dalam dunia pendidikan. Ihik3 sadar peserta pelatihan ingin memberikan yang terbaik kepada peserta ajar karena pada dasarnya semua pengajar pernah mengalami menjadi peserta ajar. Salam ihik ihik ihik…(YaF).

Leave a Reply