Dunia stand up comedy tidak terlepas dengan jagat permusikan. Para komika biasa menjadikan elemen dalam dunia musik, seperti musisi, lagu hingga liriknya, sebagai jokes. Juga ada beberapa komika mancanegara dan Indonesia yang menggunakan alat musik sebagai media untuk berstand up comedy, contohnya ada Mudy Taylor yang menggunakan gitar, kemudian yang paling masyhur tentu Dodit Mulyanto dengan biola saktinya itu.
Hubungan antara komedi dan musik pernah disinggung oleh Arthur Berger di dalam bukunya yang berjudul An Anatomy Of Humor (1998). Menurutnya ada empat kategori dasar teknik humor, salah satunya adalah kategori action, the humor is physical or nonverbal. Musik masuk dalam kategori tersebut, diistilahkan dengan “peculiar music: funny, unusual music” (musik yang tidak biasa/lucu).
Musik juga bisa hadir dalam bentuk entrance music, yaitu musik yang digunakan untuk mengiringi seorang penampil ketika akan memasuki stage. Entrance music bisa menjadi salah satu poin krusial bagi seorang penampil, karena iringan musik tersebut bisa membangun mood bagi sang penampil dan penonton. Terkadang juga bisa memacu adrenalin penampil.
Di kasus lain, entrance music bisa menjadi elemen untuk meraih simpati hingga ketawa penonton di awal penampilan, dengan memutarkan musik yang bernuansa komedi. Targetnya tentu ingin sudah lucu sejak dalam entrance music.
Bagi Rinanda Rizky (2019), musik memengaruhi dimensi afek, kognisi, dan perilaku kita. Musik dapat membuat kita merasa senang, dan sedih bahkan marah. Berhubungan dengan apa yang dipaparkan oleh Djohan di dalam buku Psikologi Musik (2009), bahwa musik merupakan produk pikiran, maka dari itu elemen vibrasi dalam bentuk frekuensi, amplitudo, dan durasi belum menjadi musik bagi manusia sampai semua itu ditransformasi secara neurologis dan diintepretasikan melalui otak menjadi pitch (nada-harmoni), timbre (warna suara), dinamika (keras-lembut), dan tempo (cepat-lambat).
Berikut ini saya bagikan pengalaman dan alasan penggunaan entrance music dalam stand up comedy, beberapa ada kisah magisnya, dari delapan teman dan juga senior saya di komunitas Stand-up Indo Jogja, mereka adalah komika-komika yang sudah tampil di panggung nasional.
Mamat Alkatiri
Mamat Alkatiri ialah komika asal Fak Fak, Papua Barat, juara 2 SUCI 7 Kompas TV. Selain menjadi komika, ia juga seorang tokoh pemuda Papua. Menurut Mamat, untuk entrance music yang dipakai biasanya berbeda tiap panggung, tergantung momen. Tapi tujuannya sama, buat naikin mood sendiri dan mood penonton, karena rasanya pasti beda ketika memasuki panggung diiringi lagu, kemudian disambut tepuk tangan penonton. Bagi Mamat, lagu yang membuat mood-nya enak itu lagu “Angel” dari Shaggy dan “Yeah” milik Usher. Mungkin dua lagu itu yang selalu membuat penampilannya meledak dengan ciri khas komedi dibumbui pesan moral, mendapat gelak tawa serta tepuk tangan.
Pada special shownya yang bertajuk Catatan Hitam tahun 2019, ia memakai lagu Minang yang berjudul “Angin Malam”, karena ia butuh tawa di awal untuk melanjutkan dengan bit yang panjang, pada intinya untuk membuat penonton jadi nyaman dulu.
Saya pribadi pernah melihat momen epic ketika menonton show Timur ke Barat Tour dari Mamat Alkatiri dan Indra Jegel saat mentas di Kota Surabaya, Oktober 2019 lalu. Waktu itu, baru saja reda kasus pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya yang disertai dengan umpatan rasis. Mamat sebagai headliner show, masuk dengan potongan rekaman suara provokatif yang pernah dilontarkan sekelompok suporter sepakbola di momen lain, lalu dilanjutkan dengan intro lagu Pas Band berjudul “Jengah” yang begitu anthemic sambil mempertontonkan gestur protesnya. Penonton pun tergelak. Sungguh opening yang epic.
Yusril Fahriza
Yusril adalah komika yang juga dikenal publik berkat aktingnya di film Cek Toko Sebelah sebagai Naryo, pelayan toko milik koh Afuk. Entrance music baginya bisa menjadi pemompa adrenalin sebelum memasuki panggung, sekaligus memberi kesan sedikit pengenalan tentang siapa kita berdasar selera musik. Dulu, ia acapkali menggunakan “Smells Like Teen Spirit” milik Nirvana , karena ia suka hentakan drum sebelum masuk reff sekaligus liriknya yang tajam jadi bisa memompa rasa groginya.
Tapi, sejak kejadian joget lagu solo dari Jennie Blackpink, saat ia tampil di Local Stand Up Day 2019, orang jadi banyak mengenal dan menyematkan ia sebagai sosok Jennie. Puncaknya adalah, ia sendiri begitu merinding ketika event Jicomfest 2019, begitu intro lagu Solo milik Jennie terdengar, penonton sudah berteriak dan siap mengabadikan momen aksi koreo dalam lagu tersebut. Saya juga menjadi saksi momen ajaib tersebut, sudah dapat atensi dan tawa sejak entrance. Jadi ya masing-masing akan memiliki kesan dan makna setiap entrance-nya, tapi baginya, kembali lagi sebagai pemompa adrenalin dan pengenal.
Beni Siregar
Entrance music itu penting banget sih, menurut Beni yang biasa dipanggil Beni ini. Alasan pertama yang mungkin umum untuk semua comic karena buat membangun mood ketika memasuki panggung. Alasan kedua alasan terpenting buatnya, karena ia tipe comic yang selalu ingin membuka penampilan dengan tawa penonton bahkan sebelum ia ngomong sekalipun. Tawa pertama penonton adalah yang terpenting buatnya, maka ia ingin itu terjadi sedini mungkin di penampilannya, agar ke belakangnya juga jadi lebih mulus.
Karena alasan yang terpenting adalah untuk menimbulkan tawa maka ia tidak punya lagu favorit. Dulu ia sempat pakai lagu mellow yang romantis atau lagu patah hati agar kontras dengan mukanya, jadi sebelum ngomong pun, penonton sudah tertawa. Kemarin di show specialnya bertajuk @benidictivity, ia mengudarakan lagu gereja karena ia akan melakukan act out yang kontras dengan lagu tersebut lagi-lagi untuk menimbulkan tawa penonton secepat mungkin.
Kesimpulannya, ya, tidak ada lagu favorit. Lagu entrance baginya selalu menyesuaikan dengan rencananya untuk membuat tawa pertama penonton. Saya masih ingat betul, Beni pernah tampil di SUN 1 Jogja tahun 2012 silam, masuk dengan lagu melow sendu Chakra Khan yang berjudul “Harus Terpisah”, terang saja sukses memecah tawa di awal penampilannya.
Gigih Adiguna
Menurut Gigih, entrance music itu antara penting dan tidak penting, tetapi cukup untuk menjaga mood. Gigih adalah komika Jogja yang juga menjadi kolektor album musik fisik sejak tahun 2000-an. Salah satu yang menjadi koleksinya adalah album CD band Gerap Gurita, kolektif punk rock asal Godean, barat Yogyakarta. Ia menjadikan lagu dari Gerap Gurita yang berjudul “Pemudi Seni” sebagai entrance music, karena alasan “seremeh” ia punya CD-nya. Baginya, lagu itu cocok, karena tempo musiknya pas buat membantu masuk jika konteksnya stand up comedy show. Musiknya sendiri ala-ala Celtic punk.
Teguh Nurwantara
Teguh Nurwantara adalah jebolan kompetisi SUCA 4 Indosiar. Buat Teguh, entrance music itu penting banget, karena entrance music bisa buat naikin semangat pononton, atau juga bisa buat gimmick. Kalau bicara lagu entrance andalan sih dia tidak punya, yang penting lagunya nge-beat. Kalau tidak, ia biasanya pakai lagu bandnya sendiri, kebetulan ia punya band pop punk bernama Afternoon Tea – anggap saja promo colongan.
Mungkin, motivasi Teguh bikin band bukan untuk terkenal atau menang AMI Awards, tapi biar bisa bikin lagu sendiri untuk entrance music-nya.
Iqbal Kutul
Iqbal adalah komika yang sering membawakan materi tentang hal-hal funny truth di sekitar kita terutama dalam kehidupan beragama. Entrance music banginya pun penting. Jadi, selain karena suka dengan lagunya, ia juga memilih lagu buat entrance music untuk menyerap spirit dari lagu tersebut.
Waktu Iqbal memilih lagu “Mati Muda” milik Kelompok Penerbang Roket, misalnya, ia merasa lagu itu yang bakal membuat KPR semakin meroket dan dikenal publik. Ia pun terbawa spirit itu. Ia merasa penampilannya harus bikin ia “ngangkat”.
Ia juga pernah menggunakan lagu band Morfem berjudul “Rayakan Pemenang”. Ia merasa spirit dari lagu itu membuat ia menjadi lepas dan tanpa beban – itu yang terbawa ke penampilannya di atas panggung dan berpengaruh juga kepada kepercayaan dirinya.
Ia juga pernah pakai lagu band Talking Heads berjudul “The Big Country”, karena lagu itu ada di film favoritnya dengan judul 20th Century Women, sebuah film coming of age/slice of life bergaya art house. Ia merasa materi yang dibawakannya sama dengan gaya di film itu, bercerita tentang premis-premis enteng dalam kehidupan ini. Jadi, lagu itu bikin ia bisa merasa in to dengan film itu.
Hifdzi Khoir
Hifdzi adalah komika jebolan kompetisi SUCI 4 Kompas TV, dikenal dengan pembawaan stand up yang selalu bersemangat dan meledak-ledak, materi yang dibawakan cenderung menjurus absurd. Ia juga seorang vokalis dari grup band komedi, Orkes Pensil Alis, yang mengklaim kolektif mereka sebagai band beraliran wiraswasta.
Menurutnya entrance music cukup penting buat menaikkan mood-nya sebagai penampil, pun untuk “naikin” mood penonton dari penampil sebelumnya. Lagu berjudul “Glow Like Dat” milik rapper Rich Brian didapuk Hifdzi sebagai entrance music andalannya. Alasannya karena lagu itu keren dan beat-nya sangat pas dipakai untuk masuk ke panggung.
Ali Akbar
Bagi Ali Akbar si komika digital pertama di Indonesia dan alumni SUCA 3 Indosiar, entrance music tentu sangat penting, karena lagu pengantar akan sangat membantu mood di panggung. Lagu yang membakar semangat akan membuatnya bersemangat juga di panggung, itu yang ia rasakan. Berbeda kalau lagu yang membakar kalori, itu akan menurunkan berat bedannya.
Belakangan, ia lebih sering menggunakan lagu Shakira yang berjudul “Bamboo”, soundtrack Piala Dunia 2010. Sebuah tembang energik, yang membuat Ali selalu bersemangat, ia membayangkan seperti akan memasuki lapangan pertandingan sepakbola untuk berlaga di final Piala Dunia melawan Timnas Prancis yang diperkuat trio Pogba bersaudara: Paul Pogba, Mathias Pogba dan Florentin Pogba.
Sebagai penutup, karena saya tidak ada stok closing tulisan yang dapat menstimulus gelak tawa yang besar, saya akhiri saja tulisan tentang musik pembuka ini dengan potongan lirik lagu berjudul “Kenangan Manis” kepunyaan solois Pamungkas. Saya rasa lirik lagu ini cocok dipakai untuk menutup sebuah event stand up comedy, terutama untuk mengiringi momen ketika foto bersama.
Tawa yang terlepas tanpa ada makna
Cerita lama yang selalu dibawa
…..
Tuk sementara, sampai berjumpa
Bersama-sama, bercanda lagi
Kenangan manis, di hari ini
Jadi alasan untuk kembali.
Muhammad Fathi Djunaedy – Pelaku dan Penikmat Stand Up Comedy
***
Daftar Referensi
Berger, Arthur. (1998). An Anatomy of Humor. United States of America: Transaction Publishers
Djohan. (2009). Psikologi Musik. Yogyakarta: Best Publisher.
Shaleha, R.R.A. (2019). Do Re Mi: Psikologi, Musik, dan Budaya. Buletin Psikologi. 27 (1), 48.
Sumber ilustrasi: pxhere.com