CHP, atau Certified Humor Professional, jadi titel baru yang sekarang menguntit nama saya sejak April 2023. Bagaikan rumus rule of three dalam penulisan joke, titel ini memang paling berbeda dengan dua titel saya sebelumnya: paling memicu pertanyaan orang karena sangat tidak umum!
Maka dari itu, kesempatan ini akan saya pakai untuk mengklarifikasi – sah-sah saja kan melakukan klarifikasi tanpa harus didahului kontroversi?
Jadi, titel CHP ini merupakan sertifikasi atas usaha saya menuntaskan program Humor Academy selama tiga tahun sejak 2020. Harus diakui, inilah berkah tersembunyi yang saya dapat dari pandemi. Ya, sejak Covid-19 mengglobal, untuk pertama kalinya, Humor Academy diadakan secara daring. Hasilnya ternyata positif, karena beragam peserta dari non-Amerika Serikat jadi bisa bergabung, termasuk saya dan founder IHIK3, Danny Septriadi, dari Indonesia.
Kendati bukan dianugerahkan oleh sebuah lembaga perguruan tinggi, Humor Academy berada di naungan lembaga yang kredibel dan terpandang dalam ranah humor studies internasional. Namanya, Association for Applied and Therapeutic Humor (AATH).
Asosiasi yang diinisiasi oleh seorang perawat bernama Alison Crane tahun 1987 ini bermisi untuk mendorong pemanfaatan humor untuk kesehatan fisik maupun psikis. Hingga kini, AATH mampu menjaring CHP dari beragam profesi dan disiplin ilmu yang percaya akan daya humor untuk kehidupan pribadi sekaligus profesional.
Bagi beberapa dari Anda, mendengar ada orang yang belajar humor sampai ke Amerika mungkin sudah menjadi humor tersendiri. Akan tetapi, sebagai orang yang mulanya ragu untuk memulai, harus saya akui bahwa ini merupakan salah satu langkah yang besar bagi kajian humor di Indonesia yang masih “bayi” ini, termasuk bagi karir saya pribadi sebagai peneliti humor di Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3).
Biar mudah, saya akan coba beberkan alasannya dalam tiga poin yang menurut saya paling berdampak:
1. Mendapatkan Mentor-mentor Berkualitas
Tiga tahun total masa belajar yang saya lalui di Humor Academy terbagi dalam tiga jenjang (Level I-III) dan setiap bulannya para peserta didorong untuk aktif terlibat dalam diskusi daring. Nah, di tiap level inilah saya bertemu mentor-mentor yang punya metode serta pengalaman praktis dalam mengimplementasikan humor secara strategis.
Di Level I, saya berkesempatan belajar dari Sporty King. Ia seorang pembicara yang berkarib dengan kata-kata. Ia sangat percaya bahwa tiap kata-kata kita bisa berdampak bagi orang lain – termasuk humor-humor kita.
Sebagai contoh, di tiap akhir pertemuan, Sporty dengan cekatan bakal merangkumkan hasil diskusi dan gagasan yang kami utarakan dalam satu kata kunci saja. Kata itu sendiri merupakan akronim dari insight-insight penting dalam pertemuan kami. Jelas, hal ini banyak membantu kami untuk memahami konteks pembelajaran dengan lebih mudah.
Sementara itu, Nila Nielsen dan Joyce Saltman, duo pawang level II, punya strategi yang mampu memotivasi para peserta. Latar belakang mereka sebagai pendidik sangat sesuai sebagai pengarah kami dalam memulai humor project.
Di level ini, saya dan peserta lain mulai belajar mengonsep program pemanfaatan humor untuk well-being. Humor project kami, menurut Nila dan Joyce, tidak perlu besar dan megah. Yang penting, sesuai dengan minat dan kompetensi kita. Pasalnya, dampak sekecil apa pun yang kita kontribusikan, pasti akan memberi perbedaan dalam hidup kita dan orang lain.
Connie Scaggs, teman seangkatan saya yang berlatar sebagai caregiver, punya program membuat kartu penyemangat dan motivasi untuk mendongkrak moral para pengasuh yang ada di sekitarnya. Teman saya yang lain Mary Parker, membuat semacam pertunjukan yang mengangkat kisah perjalanannya sebagai perempuan, bagian dari komunitas kulit hitam Amerika, sekaligus praktisi humor.
Sementara itu, Saya dan Danny Septriadi mengangkat inisiatif menyebarkan humor bagi para praktisi pajak di Indonesia. Program ini mendapat apresiasi dari para mentor, karena inisiatif serupa bahkan belum dilakukan oleh lembaga sebesar IRS yang mengurusi soal perpajakan di AS.
Di level terakhir, giliran Karyn Buxman yang menggembleng kami. Humor project yang telah kami konsep dan mulai eksekusi di level sebelumnya diperdalam lagi dengan insight-insight penting darinya agar humor kita bisa lebih berdampak positif.
Paparan paling membekas Karyn dalam pengaplikasian humor untuk humor project maupun kehidupan sehari-hari adalah “seeing the funny, not being funny!”. Banyak orang terlalu fokus untuk menjadi lucu (be funny). Padahal dalam kehidupan, lebih penting melihat kelucuan (see the funny). Nah, untuk bisa menggunakan humor, kita hanya perlu peka, karena sebenarnya di sekitar kita banyak sekali cerita atau fenomena yang bisa jadi bahan humor.
Contoh riilnya bahkan Karyn alami sendiri. Ada satu momen di periode ia mementori kami, Karyn mendapat berita duka bahwa menantunya mendadak berpulang. Perasaan sedih dan linglung pastinya ia alami. Bahkan, saking kalutnya pikirannya di masa-masa itu, Karyn pernah tiba-tiba turun dari Uber karena merasa sudah sampai di titik tujuan. Momen yang bagi orang lain mungkin memalukan itu oleh Karyn dijadikan contoh bagaimana melihat humor dari kejadian sehari-hari.
Masih sangat banyak insight dan tips praktis dari para mentor yang begitu mengesankan saya. Saya akan coba rangkum dan paparkan di tulisan selanjutnya.
2. Berjejaring dengan Praktisi Humor yang Menulis
Saat sudah mantap mendaftar sebagai peserta Humor Academy, saya cukup percaya diri dengan bekal saya. Bagaimana tidak, IHIK3 juga mengelola The Library of Humor Studies, perpustakaan humor berisi lebih dari 2.000 buku tentang humor dan kajian humor lintas disiplin. Buku-buku kajian humor dari bidang komunikasi, psikologi, filsafat, arsitektur, hingga matematika itu ada dalam jangkauan saya.
Oh ya, koleksi perpustakaan ini pula yang membantu saya menyelesaikan tesis saya di antara tahun 2017-2019 (jadi ketahuan kan kalau kuliah saya molor hehehe).
Menariknya, di dalam rak The Library of Humor Studies ini, sudah terpampang beberapa buku yang ditulis oleh para pentolan AATH. Yang paling menonjol pastinya adalah buku Mary Kay Morrison, Using Humor to Maximize Living: Connecting With Humor (2012) – yang juga menjadi diktat bagi para peserta Humor Academy di Level I. Di tengah journey saya di Humor Academy, ia kembali merilis buku, yakni Legacy of Laughter (2021), cerita Mary Kay saat mengimplementasikan humor dan mengajak cucu-cucunya bergembira.
Pun dengan Andrew Tarvin, humor trainer sekaligus “selebriti” AATH yang buku-bukunya sudah biasa dikutip tim IHIK3 dalam artikel atau workshop. Karyanya yang sudah ada di perpustakaan kami antara lain: Humor That Works: The Missing Skill for Success and Happiness at Work (2019) dan The Skill of Humor Playbook: How to Unlock Your Humor Persona to Create Stronger Connections, Increase Productivity, and Relieve Stress (2023).
Buku kanon dalam humor studies dari tokoh AATH lainnya adalah The Courage to Laugh: Humor, Hope, and Healing in the Face of Death and Dying (1998) dan L.A.U.G.H.: Using Humor and Play to Help Clients Cope with Stress, Anger, Frustration, and more (2010). Keduanya ditulis oleh Allen Klein, pionir gelotology, yakni studi tentang tertawa dan dampaknya.
Kelebihan Allen dalam memanfaatkan humor saat “langit sedang mendung” ini seakan memperkaya kredo kenamaan “Komedi = Tragedi + Waktu”. Tidak selalu masa sulit yang bertemu momen yang tepat bisa menjadi komedi yang terapeutik. Perlu cara dan strategi agar komedi dari peristiwa getir itu mampu menguatkan kita.
Yang tak boleh ketinggalan disebut pula: Lead with Levity: Strategic Humor for Leaders (2018) dari Karyn Buxman. Buku ini dimensinya kecil, cerita per babnya juga pendek-pendek. Namun, insight-nya begitu berbobot dan cocok diimplementasikan sepanjang kita belajar sekaligus mengaplikasikan ilmu leadership. Buku ini kemudian dilengkapi dengan karya Karyn yang lain: What’s So Funny About… Nursing?: A Creative Approach to Celebrating Your Profession (2nd ed.) (2023).
Praktisi humor lain yang bukunya patut dibaca adalah Heidi Hanna. Sebagai profesional yang terbiasa menangani stres di organisasi-organisasi besar, ia menuangkan pengalaman dan pemikirannya tentang bagaimana humor berkaitan dengan stres di buku What’s So Funny About Stress: How to Use Healthy Humor to Build Radical Resilience (2018).
Terbaru, ada Laughter Rocks!: Tips and Tools to Help You Keep Your Cool and Have a More Positive Mindset (2021) dari Roberta Gold, Presiden AATH periode saat ini; Fixing the Funny Bone: The G.R.I.T. Method to Heal with Humor (2022) dari Presiden AATH 2021-2023, Jennifer Keith; The Humor Hack: Using Humor to Feel Better, Increase Resilience, and (Yes) Enjoy Your Work (2022) dari teman seangkatan saya yang juga profesor di bidang filsafat, Michael Cundall; serta The Laughter Effect: How to Build Joy, Resilience and Positivity in Your Life (2023) dari Ros Ben-Moshe – yang kami sempat salah beli (malah check out versi audiobook-nya 🙂).
Mencoba melengkapi daftar buku rilisan jebolan Humor Academy AATH ini, saya dan segenap tim IHIK3 juga merilis buku bertajuk Humor at Work: Kerja Gembira, Usaha Berjaya di tahun 2022. Buku yang mengkurasi insight terbaik dari buku-buku IHIK3 serta kursus humor yang kami ikuti ini juga diimbangi dengan contoh dan pengalaman kami dalam menyebarkan “virus-virus humor” di pelbagai lingkungan kerja. PDF-nya bisa diunduh gratis .
3. Keberanian untuk Memulai Program-program Terobosan Humor
Progres yang dapat saya kontribusikan kepada IHIK3 sejak belajar di Humor Academy adalah aksi yang konkret. Dengan mengikuti pertemuan rutin setiap bulannya selama tiga tahun, konferensi tahunannya, serta acara-acara pendukungnya, saya jadi terpapar banyak inspirasi berkaitan dengan implementasi pembelajaran humor, dari cara mengemas workshop, mempraktikkan laughter yoga (yoga tertawa), sampai game-game yang dapat dimainkan secara daring.
Saya dan tim IHIK3 lantas mencoba mengonsep lokakarya daring maupun luring hampir setiap bulannya sejak 2020. Beberapa acara IHIK3 saat saya menjadi konseptor sekaligus pembawa materinya antara lain Menggila ala Komika (30 Januari 2021); Humor Dulu, Kreatif Melulu (18 Juni 2022); dan HQ Lab (27 Mei 2023).
Dalam kesempatan lain, misalnya, CEO IHIK3, Novrita Widiyastuti, juga sempat belajar dari Presiden AATH 2019-2021, Paul Osincup. Hasil dari mengikuti workshop daring The Humor Advantages itu, IHIK3 sempat membuat pelatihan tentang manajemen stres dengan humor bertajuk Ubah Humor dengan Stres (27 Maret 2021).
Inspirasi dan wawasan yang kami dapat dari program-program pelatihan praktis itu pun masih ditunjang dengan buku-buku yang ada di The Library of Humor Studies serta langganan jurnal humor terbitan International Society for Humor Studies (ISHS) – yang juga biasa dirujuk dan direkomendasikan para anggota AATH. Kebetulan, salah satu advisor IHIK3 yang juga peneliti humor senior sekaligus guru besar Universitas Indonesia, Maman Lesmana, adalah salah seorang editor ISHS.
Para mentor Humor Academy dan praktisi AATH jelas adalah motivator dan inspirator kami yang paling signifikan. Akan tetapi, dalam kesempatan ini, saya juga harus mengapresiasi para Certified Humor Professional lain yang rajin hadir di tiap acara AATH karena turut mengilhami saya.
Ada Mallori DeSalle, yang energinya sangat menular dan mampu menghidupkan suasana instan. Dari Todd Hart, yang sudah 13 tahun lebih terjun di improvisasi komedi, saya belajar tentang spontanitas dalam menjaga kelancaran acara. Sementara dari teman seangkatan saya, Joy ‘Joyologist’ Baldoz, saya belajar soal menuangkan kreativitas dalam karya-karya kita.
Berkat Humor Academy, dengan keterbatasan saat pandemi, IHIK3 mulai aktif mengadakan seminar, workshop, peluncuran dan diskusi buku humor, bahkan peringatan Hari Humor Nasional bermodalkan Zoom. Setidaknya, ratusan pencinta dan pelaku humor sudah kami jaring sejak 2020. Mereka ini bermacam-macam latar belakangnya: akademisi, ASN, polisi, kartunis, komika, jurnalis, karyawan startup, hingga agamawan. Ada yang tinggal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Makassar, Lombok, Belgia, Mesir, hingga Selandia Baru.
Di tengah ganasnya virus covid kala itu, ternyata virus humor dari IHIK3 pun tak kalah menggila.
Terakhir, IHIK3 turut bergembira mendengar kabar bahwa kerabat kami Moses Glorino, dosen di Universitas Airlangga yang pernah mengikuti pelatihan IHIK3 Teaching with Humor (7 Februari 2018), sudah melewati tahun keduanya di Humor Academy. IHIK3 pastinya siap mendukung siapa saja yang ingin memulai petualangannya di Humor Academy dan menjadi Certified Humor Professional, demi memajukan kajian humor di Indonesia bersama-sama.
Jelas sama sekali tidak sia-sia belajar humor sampai ke Amerika.
Ulwan Fakhri – peneliti humor IHIK3 & Certified Humor Professional AATH