Humor & Komedi Bukan Pinang Dibelah Dua!
Ketika banyak orang menanyakan kedua hal tersebut kepada saya, otak ini langsung minta dinafkahi dengan ibadah observasi. Maklum saja, jiwa ini sempat kering seperti gurun sahara tanpa oase dan berimplikasi ke otak yang seolah haus untuk difungsikan, sampai pertanyaan “filosofis” itu muncul.
Tidak terlalu berlebihan jika banyak pihak yang menyamaratakan kedua hal tersebut, karena pada prinsipnya humor dan komedi dianggap sebagai kegiatan penyebab tawa. Namun di tengah lambatnya literasi humor dalam negeri, tak ayal kalau banyak dan makin banyak orang yang keliru memahami kedua hal tersebut dan terus menganggapnya sebagai hal yang sama saja.
Mari kita luruskan dengan melihat terlebih dahulu definisi masing-masing kata itu di KBBI.
Humor adalah sesuatu yang lucu, mengandung kejenakaan atau kelucuan. Dalam arti lain, humor juga diartikan sebagai keadaan – biasanya dalam cerita – yang menggelikan hati.
Sementara itu, komedi adalah sandiwara ringan yang penuh dengan kelucuan, meskipun kadang-kadang kelucuan itu bersifat menyindir dan berakhir dengan bahagia.
Dalam aplikasinya, komedi juga beragam formatnya, misalnya satire (komedi yang berisi pernyataan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang) atau stambul (komedi berbahasa Melayu yang menceritakan Hikayat 1001 Malam, dialognya dilagukan dengan iringan musik).
Secara jelas, terlihat perbedaan mendasar antara humor dan komedi. Humor lebih terfokus pada isi, sedangkan komedi fokus pada aktivitas pencipta reaksi tawa secara langsung.
Secara etimologi, humor sendiri berasal dari kata umor (dalam Bahasa latin ditulis tanpa huruf “h” di awal kata) yang artinya cairan. Dalam ilmu faal diyakini bahwa temperamen karakter manusia berkaitan dengan umor, konon cairan dalam tubuh manusia terdiri atas empat jenis berdasarkan perbedaan warna seperti kuning, biru, merah serta putih.
Nah, karakter seseorang akan sangat bergantung pada umor atau cairan warna apa yang dominan dalam dirinya. Jika cairan yang dominan berwarna kuning, maka yang bersangkutan akan kolerik atau angin-anginan. Kalau cairan hitam, maka perilakunya akan cenderung melankolik atau murung dan sedih. Sementara cairan merah disebut sanguinik atau gembira, optimis juga lincah. Terakhir, putih atau flegmatik akan cenderung tenang, apatis, lamban.
Sementara itu, istilah komedi muncul dari era teater Yunani Kuno. Komedi berasal dari kata Komoida yang artinya “membuat gembira”. Komoida akan hadir di bagian akhir drama tragedi sebagai akhir yang bahagia dan Komoida umumnya akan dilanjutkan dengan sebuah komos yaitu penyelenggaraan sebuah pesta yang penuh kegembiaraan.
Sayang, naskah komedi yang berhasil diselamatkan dari masa itu hanya karya Aristophanes (445 – 385), seorang penulis komedi prominen dalam sejarah yang berhasil mengawinkan antara satire, politik, serta fantasi.
Untuk lebih mempertajam pemahaman Anda tentang perbedaan humor dan komedi, saya sama sekali tak ragu mengangkat pendapat Jennifer Aaker dan Naomi Bagdonas dalam buku yang berjudul “Humor Seriously” di tahun 2020.
Berdasarkan buku tersebut, digambarkan bahwa komedi adalah bentuk ekstrem dari pelaksanaan humor. Jika dianalogikan olahraga sepakbola, maka orang yang berhumor adalah para penggemar sepakbola, mereka tahu bola, bisa bermain bola, tetapi tidak melakukannya sehari-hari atau untuk mendapatkan kompensasi. Sementara itu, orang yang berkomedi adalah para pemain sepakbola profesionalnya, yang memang mata pencahariannya membuat orang lain tertawa.
Kalau pelaku komedi adalah orang yang harus bisa berhumor di situasi-situasi terutama ketika mereka dibayar, orang yang berhumor tidak harus sedalam itu. Orang yang ingin berhumor targetnya cukup sampai pada pembentukan karakter diri yang lebih menyenangkan dan membuat vibes sekelilingnya menjadi lebih segar. Itu saja, tidak usah lebih.
Pemisahan humor dan komedi ini juga yang menjadi asal muasal munculnya dua lembaga berbeda yang menggunakan dua nama tersebut.
Ada Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3), sebuah lembaga yang sangat serius mengkaji humor secara akademis (menggunakan literatur) dan aktif menggelar pelatihan humor kepada masyarakat luas. Lembaga ini memang bukan fokus pada pengkaderan komedian, tetapi lebih kepada penggunaan humor yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan yang satu lagi adalah Persatuan Seniman Komedi Indonesia (PaSKI), sebuah organisasi profesi yang menghimpun seluruh profesi yang terkait komedi, dari komedian, penulis naskah komedi, musik komedi, sutradara karya komedi, penari komedi, dan lain sebagainya.
Makin jelas, kan, kini perbedaan di antara keduanya?
Sekarang, pilihan ada pada Anda, apakah akan serius memperdalam humor dan mengambil manfaatnya untuk diri dan sekitar, atau terjun secara profesional sebagai komedian dengan beragam benefit yang mungkin sudah sering Anda lihat di media massa dan media sosial.
Apa pun pilihan Anda, ingatlah bahwa keduanya sama-sama menyenangkan!
Yasser Fikry – Jenakawan & Chief Creative Officer IHIK3
Referensi:
- Sumardjo, Jakob. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Penerbit Angkasa, Bandung, 1986.
- Suprana, Jaya. Humorologi. PT Elex Media Komnputindo, Jakarta, 2013.
- Aaker, Jennifer & Bagdonas, Naomi. Humor Seriously: Why Humor Is A Secret Weapon In Business And Life. Random House, New York, 2020 .