JAKARTA, IHIK3 – Tulisan ini berasal dari kegelisahan saya atas perdebatan yang menyasar dua komedian kondang Abdel Achrian dan Cak Lontong. Perdebatan ini dipicu oleh tuduhan yang menyebutkan bahwa Abdel telah meniru gaya humor Cak Lontong yang sering memutarbalikkan kata. Sebagai salah satu warga komedi, tentu saja saya tertantang untuk mencari tahu bagaimana tuduhan itu bisa terjadi dan apakah yang dituduhkan itu benar terjadi.
Perdebatan di atas membuat saya makin cinta kepada humor, karena ini bukti bahwa humor memang telah dikonfirmasi sebagai sesuatu yang sulit untuk didefinisikan. Berikut daftar orang-orang serius yang iseng coba mendefinisikan humor seperti yang saya kutip dari buku karya Jaya Suprana berjudul Humorologi:
Plato: “Humor adalah sesuatu yang buruk, destruktif, merendahkan dan merusak seni, budaya, agama dan moral. Humor cuma pantas untuk orang biadab, maka harus dijauhi orang beradab”
Socrates: “Sense of humour adalah sesuatu yang sangat menakjubkan bahkan mengharukan karena mengandung makna estetika luar biasa luhur dalam berdialog filsafati agung”
Aristoteles: “Humor hadir di yang buruk, yang keliru dan yang cacat”
Rene Descartes: “Dibalik tertawa tersembunyi unsur kebenaran dan kejahatan yang keji”
Thomas Hobbes: “Humor adalah sarana komunikasi untuk merendahkan orang lain dan mengangkat diri sendiri”
Belum lagi definisi dari Bain, Bergsan, Beerbahn, McDougall yang sarat dengan nada diskriminatif, agresif dan sadis. Atau pendapat yang agak menentramkan milik Blaise Pascal dan Imanuel Kant. Termasuk keragaman pandangan milik Herbert Spencer, Theodore Lipps sampai Sigmund Freud dll.
Lalu apa kaitannya dengan Abdel dan Cak Lontong?
Mereka berdua telah sukses melaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab semua definisi tuduhan pemikiran-pemikiran diatas. Sama seperti yang disampaikan Rocky Gerung dalam Simposium Humor Nasional yang diselenggarakan oleh ihik3 pada tgl 8 September 2016, bahwa filsafat tugasnya adalah mempertahankan akal sehat sedangkan humor tugasnya adalah mempermainkan akal sehat. Semua itu terlihat jelas dalam materi mereka:
Telaah materi 1
Abdel Achrian:
· “Kalau nggak percaya coba deh elu googling di yahoo”
· “Gue yakin elu akan menang kalau yang lain kalah”
Cak Lontong:
· “Jangan pernah masuk penjara, nanti nggak bisa keluar”
· “Sehat itu simple kuncinya cuma satu, jangan sakit”
Telaah materi 2
Abdel Achrian: “Untuk cari tahu laki-laki itu homo atau bukan tinggal lihat dari cara pakai antingnya. Kalau dia pakai anting di kanan itu artinya dia homo tulen, tapi kalau dia pakai anting di kiri itu artinya dia homo tapi kidal”
Cak Lontong: “Dimana ada kesulitan di situ ada jalan, dimana ada jalan di situ banyak kendaraan, dimana banyak kendaraan, di situ kita sulit nyebrang jalan…….. akhirnya kita tetap dalam kesulitan…”
Pada tabel diatas jelas terlihat bahwa AA dan CL sudah lebih dari sekedar khatam perihal logika humor. Apa yang membuat mereka begitu cemerlang dalam membuat dan menyampaikan materi karena mereka memang terlahir sudah dengan naluri seorang komedian sehingga dengan mudah mencerna fenomena di sekeliling mereka dan merubahnya menjadi jenaka.
Beruntung saya mengenal mereka berdua secara pribadi, Abdel saya kenal karena pernah sama-sama di Radio SK (radio humor) sedangkan Cak Lontong saya kenal karena pernah sama-sama di program parodi politik Negeri Impian di tvOne. Dengan berbekal pengalaman tersebut saya berusaha dapat memahami jalan pikiran mereka, baik dalam diskusi formil sambil ngemil atau jadi anasir dalam debat kusir. Dan tentang keduanya saya sampai pada kesimpulan, logika humor adalah selembar kertas sedangkan Abdel dan Cak Lontong adalah kedua sisinya
Menghakimi seseorang karena plagiasi humor tentu tidak semudah yang dibayangkan apalagi jika dikomparasi dengan lagu. Sebuah lagu jika dibawakan oleh orang lain tidak akan menimbulkan protes karena memiliki rekam jejak dari penyanyi pertamanya. Sedangkan humor yang cenderung anonim akan mengundang tawa sinis dari para penikmatnya, sama sinisnya ketika kita menerima postingan anekdot kodian di BBM atau WA grup.
Tuduhan plagiasi humor dipicu oleh logika humor dan bukan murni perampokan karya. Dari definisi para filsuf dan telaah materi kita melihat keseragaman makna tersembunyi yang seolah mengatakan ‘’Biarkan humor memporak-porandakan logika kita agar kita bisa menata hidup kita’’ (YaF – 01.01.17)